Dear my future boyfriend, i made this green pudding for u

7:49 PM

[Aku tidak suka hijau, dan karena kamu berada di masa depan maka aku masih memiliki kesempatan untuk membuatnya lagi dengan warna coklat atau pink. ]


Halo, Sayang. Ketika mengaduk adonanku di atas kompor berapi kecil, aku teringat kamu, nih. Kamu tahu aku tidak bisa memasak. Belum, lebih tepatnya. Kalau memang wanita pendamping hidup yang ideal bagimu adalah yang bisa memasak, aku akan belajar kok. Tapi bukan sekarang, ya.

Kamu tahu kalau aku bukan dia yang akan membawakanmu kotak bekal berisi nasi-sayur-lauk buatan sendiri di akhir bulan ketika uang tabunganmu menipis. Apalagi, kamu beberapa kali membelikanku makanan yang cukup mahal bagi anak kost di awal bulan. Tapi hey, setidaknya aku bisa membuatkan setangkup roti tawar—lengkap dengan susu kental manis dan meses—untukmu setiap pagi, mengingat kamu yang selalu bangun kesiangan hingga tak pernah sempat untuk membeli sarapan di warung sebelah. Kalau memang kamu ingin makanan yang berat, kamu harus meyakinkanku kalau kamu bukan penolak micin—karena yang bisa kubuat hanya nasi goreng sosis dengan bumbu instan di minimarket. Atau kalau mau, aku bisa membuatkanmu puding sebulan sekali, sama seperti yang kubuat hari ini.

Aku tahu kamu akan membawaku berkencan ke McDonalds terdekat dari kampus, dengan dalih memanfaatkan wifi dan mengerjakan tugas di sana sampai larut malam. Tapi Sayang, bagaimana kalau suatu hari nanti aku mengajakmu sekadar duduk-duduk  di sebuah taman, memesan mcflurry oreo dengan promo grabfood sambil menghitung berapa mobil berwarna putih yang lewat? Sounds so cheesy, tapi aku bisa membayangkan betapa senangnya hatiku ketika berdebat denganmu karena hasil hitungan kita beda. Atau mungkin, kamu bisa memboncengku ke kampus sebelah pada hari Minggu, lalu kita jalan pagi di sana sambil bergandengan tangan. Ah, kalau yang ini malah terdengar seperti pasangan kakek-nenek.

Aku suka setiap isyarat sederhana yang kamu tunjukkan kepadaku. Saling mencuri lirikan di tengah keramaian, atau tatapan hangatmu ketika kita hanya berdua. Aku tak pernah lupa juga tentang kita yang selalu mengusahakan makan sore bersama di warung selepas kelas, di tengah segala kesibukan kita. Iya, sederhanamu sudah cukup memenuhi kebutuhanku akan afeksi—meskipun aku tahu sandang, pangan, papan juga jauh lebih penting. Kalau katanya Ardhito Pramono, there is bitter in every day, sama seperti puding hijau yang kubuat untukmu ternyata tidak senikmat bayanganku. Tapi untungnya aku dan kamu sama-sama tahu, kalau aku masih punya kesempatan untuk membuatnya lagi yang jauh lebih enak daripada yang ini.

Puding hijau ini memang tidak ada sisi estetikanya sama sekali, tapi aku tahu kamu akan memandangnya sebagai salah satu bentuk cintaku untukmu. Terima kasih sudah berkenan mencicipi ketidaksempurnaanku!



Kediri, 20 April 2019

You Might Also Like

2 komentar